GARA-GARA ORANG PINDAH KERJAAN

Saat menjalani program management trainee di tahun 2008-2009 ada kalanya saya nyaris kehilangan semangat dan menyerah di tengah jalan. Puncaknya ada sebuah peristiwa saat saya harus berkonflik dengan seorang superintendent dari section lain. Sebenarnya masalahnya sederhana saja, superintendent tersebut meminta data medical check up sub ordinatnya saat pertama kali masuk ke perusahaan. Berhubung saat itu system administrasi data karyawan masih kacau, data yang diminta pun tidak saya temukan. Walaupun sebanarnya sudah ada supervisor yang bertugas menghandle data karyawan, namun karena request data itu melalui saya yang note bene adalah seorang management trainee, akhirnya saya menjadi bulan-bulanan, baik dari supervisor data kepersonaliaan maupun superintendent yang merequest data. Peristiwa ini masih diperparah dengan sifat pendendam superintendent tadi. Sehingga setiap kali bertemu pasti masalah tersebut diungkit-ungkit kembali. Di lain waktu, masalah ini pun diceritakan ke rekan-rekan superintendent lain.

Hampir menyerah dengan kondisi yang ada, saya nyaris memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai management trainee. Beruntung saat itu saya mempunyai coach yang baik (M. Adhy P). Saat saya mengutarakan keinginan untuk mengundurkan diri (resign) ada satu pesan beliau yang masih saya ingat sampai sekarang, “Jangan mengundurkan diri dengan alasan tidak cocok dengan seseorang, karena disetiap perusahaan kamu akan menemukan orang dengan tipikal yang sama”.

Saya pun berfikir ulang tentang pengajuan pengunduran diri saya. Setelah saya piker-pikir, lagi-lagi ini adalah masalah membangun self character. Jika saya mengundurkan diri gara-gara tidak cocok dengan orang maka diperusahaan yang kemudian saya masuki pun saya akan menggunakan pola yang sama, saya akan mengundurkan diri saat bertemu  dengan orang yang tidak cocok dengan saya. Tentu cerita nya akan berbeda saat saya mencoba membangun character bisa beradaptasi dengan orang-orang dengan tipikal tadi, atau membangun character tidak mudah menyerah terhadap tekanan yang ditimbulkan oleh seseorang.

Sepintar ataupun seberbakat apapun orang jika tidak punya karakter tidak akan menjadi talent. Contoh nya saja character strike for exelence (berjThomasuang mencapai yang terbaik), saat ada karyawan berbakat dengan ide-ide nya namun tidak pernah berjuang mewujudkan ide-ide nya, hasilnya dia tidak akan pernah menunjukkan syarat kedua sebagai talent, yaitu high performance. Bahkan, Thomas Alfa Edison pemilik 1.039 hak paten pernah berucap, dari keseluruhan hak patennya, sebenarnya hanya pembuatan lampu pijar saya yang orisional ide nya, sedangkan penemuan lain berasal dari ide-ide orang pintar yang tidak mau bekerja keras mewujudkannya.

Meyakini pentingnya character, bahkan mendiknas pun mulai tahun 2009 memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum nasional. Kurikulum pendidikan karakter tersebut berfokus pada sembilan pilar yang berasal dari nilai-nilai luhur, pertama cinta Tuhan dan segenap ciptaannya, kedua kemandirian dan tanggungjawab, ketiga kejujuran dan diplomatis, keempat hormat dan santun, kelima suka menolong, keenam percaya diri dan pekerja keras, ketujuh kepemimpinan dan keadilan, kedelapan baik dan rendah hati, dan kesembilan toleransi dan persatuan.

Bagi rekan-rekan yang sudah bekerja, ada banyak character positif yang bisa dibangun untuk menjadi great talent. Bahkan hampir setiap perusahaan mempunyai character yang membantu karyawannya supaya mengikuti character perusahaan tersebut. Kita sering menamakannya dengan company value. Dulu saya pernah bekerja di perusahaan dengan company value yang disingkat dengan BEST, Believe in the God, Eager to Learn, Sincelery, dan Toward Together. Dengan company value tersebut, karyawan dituntut memiliki empat karakter tersebut. Uniknya setiap tahun, perusahaan kami tersebut membuat acara selebration bagi para karyawan nya yang berprestasi dengan kategori hasil kerja terbaik dan terinternalisasi company value.

 

Tidak berputus asa berhadapan dengan orang sulit akan memperkuat character kita. Selain dengan bertahan dengan orang sulit, cara lain untuk mendapatkan character yang kuat adalah menginternalisasi company value.

Dipublikasi di Talent Management | 1 Komentar

Bambang Ekalaya dan Begawan Durna

Tersebutlah seorang pangeran suku pengembara bernama Bambang Ekalaya. Di tidur malam nya yang nyenyak, Bambang Ekalaya mendapat sebuah wangsit untuk menimba ilmu kepada Begawan Durna. Bertekat menjalankan wangsit yang didapat, Ekalaya berangkat ke Hastinapura menemui Begawan Durna.

Seperti nama nya yang berarti dia yang memusatkan pikirannya pada suatu ilmu, tidak membuat menyerah melewati perjalanan jauh yang ditempuh, ataupun rintangan yang menghadang. Kebulatan tekad nya akhirnya membuahkan hasil perjumpaan Bambang Ekalaya dengan Begawan Durna. Ekalaya kemudian menyampaikan niat nya untuk berguru kepada Sang Begawan. Melihat kebulatan tekat dan postur tubuh Bambang Ekalaya, sebenarnya Begawan Durna sangat tertarik untuk menjadikan Ekalaya sebagai muridnya. Namun Sang Begawan harus mengurungkan niatnya, karena Begawan Durna masih terikat kontrak hanya akan mendidik Pandawa dan Kurawa saja.

Mungkin arti nama Bambang Ekalaya sudah membekas dalam sumsum nadi nya, sehingga Bambang Ekalaya pun tidak berputus asa menghadapi penolakan Sang Begawan. Berbekal semangat nya untuk belajar, Bambang Ekalaya membuat patung Begawan Durna. Layaknya murid yang berbakti, Bambang Ekalaya memperlakukan patung layaknya seorang guru. Sebelum belajar olah kanuragan dan sifat kesatrian, Bambang Ekalaya selalu meminta restu kepada patung yang direpresentasikan sebagai Begawan Durna. Begitu juga saat Bambang Ekalaya mengevaluasi proses belajar dan mengakiri belajarnya. Bertahun-tahun perlakuan ini dijalani oleh Bambang Ekalaya. Hingga akhirnya Bambang Ekalaya merasa sudah cukup belajar pada patung Begawan Durna.

Turun gunung dari tempat belajarnya, Bambang Ekalaya mencoba ilmu yang sudah dipelajari nya dengan memanah seekor Rusa yang sedang mencari makan. Di saat yang bersamaan, Arjuna juga sedang mengincar Rusa yang sama. Merekapun secara bersamaan meluncurkan panahnya dan sama-sama mengenai mulut si Rusa. Kagum dengan kemampuan Bambang Ekalaya, Arjuna menanyakan siapa gerangan guru yang sudah mengajarkan Bambang Ekalaya ilmu yang begitu hebatnya. Bambang menjawab bahwa guru nya adalah Begawan Durna.

Merasa Begawan Durna sudah mengkhianati kontrak kerjanya hanya mengajar pada Pandawa dan Kurawa, Arjuna protes kepada Begawan Durna. Namun, karena Durna tidak pernah merasa mengajar ksatria lain selain Pandawa dan Kurawa, Begawan Durna akhirnya mengajak Arjuna menemui ksatria yang mampu menandingi ilmu panah Arjuna saat memanah Rusa. Bertemu dengan Bambang Ekalaya, Begawan Durna mengkonfirmasi pengaduan Arjuna. Bambang Ekalaya pun membenarkan bahwa dia memang belajar dari Begawan Durna yang direpresentasikan menjadi sebuah patung.

Merasa tersaingi dengan kemampuan Bambang Ekalaya, Arjuna memberi isyarat kepada Begawan Durna untuk menepati janji nya menjadikan Arjuna sebagai ksatria paling sakBambabng Ekalayati. Kecintaannya pada Arjuna, membuat Begawan Durna kilaf hati. Begawan Durna tidak terima jika ilmu nya dicuri Bambang Ekalaya. Maka dia memang jebakan dakshina (permintaan guru pada muridnya). Ingin dianggap sebagai murid yang berbakti, tanpa bertanya dakshina yang diminta Begawan Durna, Bambang Ekalaya sudah mengiyakan permintaan gurunya. Memanfaatkan kesempatan yang datang, Begawan Durna meminta Bambang Ekalaya memotong jempol tangan kanan nya. Berjiwa satria dan memenuhi janji dakshina nya, Bambang Ekalaya meluruskan permintaan guru nya.

Walaupun tanpa guru langsung yang melihat dan mengajari ilmu dan character seorang ksatria. Ternyata Bambang Ekalaya mampu terinternalisasi ilmu dan character sebagai seorang ksatria. Dalam ilmu spiritualitas, memang salah satu tool untuk membangun character dalam diri seseorang adalah simbol. Begitu juga dengan Bambang Ekalaya yang memanfaatkan simbol patung sebagai representasi guru nya. Agama sebagai bagian dari spiritualitas juga menampilkan simbol-simbol untuk menjaga umatnya selalu ingat berkarakter sesuai tuntunan agama. Sederhananya, tentunya orang akan malu saat berbuat jahat sambil menggunakan simbol agama semacam jilbab ataupun rosario.

Cerita Bambang Ekalaya dan konsep spiritualitas sebenarnya bisa digunakan sebagai tool menginternalisasi value. Dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati, organization dapat menanamkan value nya. Contoh simbol yang bisa digunakan diantaranya adalah pakaian seragam yang bernuansa company value, bendera perusahaan, maskot dan lain sebagainya.

Dipublikasi di BUMA Value | Meninggalkan komentar

Dilema Value

imagesCAL56DOMKumbakarna adalah seorang satria Alengka dan adik dari Rahwana. Didikannya sebagai satria, membuat Kumbakarna memegang nilai-nilai seorang satria. Mulai dari nilai menjunjung kebenaran, membela tanah air, berani, bertanggungjawab dan seterusnya. Nilai-nilai satria yang dianurnya harus diuji saat Rama bersama pasukan kera menyerang Alengka untuk merebut kembali istri yang diculik oleh Rahwana.

Kumbakarna sering memberikan nasihat kepada Rahwana, menyadarkan bahwa tindakanya keliru. Namun, Rahwana tidak mau mendengar nasihat adiknya. Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya tahu bahwa kakaknya salah, tetapi demi membela Alengka tanah tumpah darahnya dia pun maju sebagai prajurit melawan serbuan Rama. Kumbakarna berperang melawan Rama tanpa rasa permusuhan, hanya semata-mata menjalankan nilai satria yang dia anut, membela tumpah darah nya (right or wrong this is my country).

Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai prajurit pilihan seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya, Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama memotong kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara. Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka. Tubuh Kumbakarna yang semula terpotong potong,dan tercecer dimana mana, tiba tiba menyatu menjadi Kumbakarna yang utuh kembali. Kumbakarna bangkit kembali dan hilang dari pandangan mata. Rupanya Kumbakarna, moksha. Jiwa dan raga Kumbakarna diterima oleh dewa, dan ditempatkan di Swarga Pangrantunan.

Mengambil jalan yang berbeda dengan Kumbakarna, saudara sekandungnya, Gunawan Wibisono memilih nilai kebenaran. Meyakini bahwa perbuatan kakak tertuanya salah, Gunawan Wibisono menasehati kakaknya, Rahwana, agar mengembalikan Dewi Shinta kepangkuan Sri Rama. Bukannya mendengarkan Gunawan, Rahwana malah menuduh adiknya ini sebagai adik yang iri akan kekuasaan kakaknya. Akhirnya, Gunawan Wibisono memutuskan mengikuti nilai satria, kebenaran sejati. Gunawan Wibisono pun bergabung dengan Sri Rama untuk menghancurkan kebatilan yang diperbuat kakak nya.

Epos delema nilai antara adik kakak Kumbakarna dan Gunawan Wibisono sering kali menjadi diskusi yang menarik tentang internalisasi value. Kedua satria tadi kalau boleh dikata sudah terinternalisasi value nya, melanjutkan catatan saya yang berjudul “Value Itu System Imtaq Kita”, saya sempat menyinggung bahwa saat sebuah nilai sudah terinternalisasi, yang terjadi adalah value tersebut menjadi system kepercayaan yang menjadi dasar seseorang bertindak.

Memang menjadi dilema saat value yang dimiliki saling berbenturan. Seperti hal nya kisah penyerbuan Alengka tersebut. Manakah yang lebih benar, Kumbakarna yang terinternalisasi nilai satria membela tanah air, atau Gunawan Wibisono yang terinternalisasi nilai satria membela kebenaran?

Di dunia nyata dilema seperti ini juga bisa terjadi. Masih segar ingatan kita tentang penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, pada tanggal 23 Maret 2013. Dalam waktu sangat singkat hanya 15 menit saja, penyerang mampu menewaskan empat tahanan tewas dan dua sipir terluka. Banyak pihak mensinyalir dari waktu yang dibutuhkan untuk melumpuhkan penjaga dan menembak empat tahanan, diduga penyerang adalah pasukan terlatih. Dugaan itupun mengarah pada TNI yang memang selama ini dikenal sering tidak cocok dengan Polisi.

Hasil investigasi pun menemukan penyerangan LP Cebongan tersebut memang dilakukan oleh pasukan elit TNI, Kopasus. Di latar belakangi dari “Jiwa Korsa” yang merupakan value TNI, para oknum Kopasus menuntut dendam atas dibunuhnya Sersan Kepala Santoso, anggota Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dari Grup II Kandang Menjangan, Kartasura, Jawa Tengah oleh empat preman yang mereka eksekusi Lapas Cebongan.

Para petinggi militer, pengamat militer, politikus dan para pejuang HAM pun memberikan komentar berdasar sudut pandang nya. Uniknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyoyang walaupun menegur tindakan main hakim sendiri, namun SBY juga mengapresiasi para pelaku penyerangan Lapas Cebongan telah bersikap ksatria, karena sudah menerapkan value TNI utk berjiwa korsa dan bertanggungjawab atas penyerangan dengan menyerahkan diri.

Tindakan yang dilakukan para oknum Kopasus tersebut jika dirunut sebenarnya juga ada dilema meng “imtaq” kan value. Selain jiwa korsa, para Kopasus sebenarnya juga ditanamkan nilai-nilai lain seperti bertanggungjawab, membela tanah air, dll. Lebih jauh, nilai-nilai yang ditanamkan dapat dilihat dari lambang Kopasus. Sayangnya para oknum Kopasus melupakan nilai membela tanah air dengan mengikuti aturan perundang-undangan. Sehingga yang terjadi nila jiwa korsanya mendapat apresiasi, namun nilai satu nya mendapat cemohan.

Pertamina sadar, dilema seperti kisah penyerbuan tadi bisa juga terjadi di Pertamina. Berbekal company value yang disingkat dengan 6 C (clean, confident, costumer focus, competitive, commercial dan capable), pertamina melakukan transformasi. Para CEO Pertamina kemudian memutuskan harus ada nilai yang menjadi garda terdimagesCAX3SYLGepan jika ada sebuah peristiwa yang memunculkan dilema. Mereka pun memutuskan bahwa nilai paling depan itu adalah clean (integritas). Sehingga jika ada peristiwa yang memunculkan dilema value, para karyawan Pertamina bisa mengembalikan pada value clean. Kesamaan gerak inilah yang menjadikan Pertamina berubah dari Gajah gendut pemalas menjadi Gajah gesit.

Banzai Selalu
N. Kuswandi

Dipublikasi di BUMA Value | Meninggalkan komentar

Good Talent Management Practice

the_wisdom_of_warung_angkringan1Judul : Good Talent management Practice “The Wisdom of Wr. Angkringan”

Halaman : 108 Halaman

Penulis : N. Kuswandi

Ringkasan : Pengalaman adalah guru terbaik. Pepatah tua inilah yang nampaknya ingin ditonjolkan dalam buku ini.  Catatan perjalanan penulis saat berkecimpung di dunia “Talent Management”.  Dengan bahasa yang mengalir buku ini layak dibaca bagi para practisi yang baru berkecimpung di dunia “Talent Management”

Dipublikasi di Talent Management | Meninggalkan komentar

STAR Feedback

Empat hari berturut-turut mengajar dua batch training coaching untuk para Foreman dan Supervisor. Dari ke dua bach yang berbeda tadi, ada satu pertanyaan sama yang dilontarkan oleh peserta training. Sebelum mengikuti training sebenarnya mereka sudah sering melakukan coaching, namun ternyata coaching yang dilakukan tidak seefektif yang selama ini didengung-dengungkan, bahkan ada beberapa orang yang setelah dilakukan coaching malah tambah jelek, apa yang salah dari pelaksanaan coaching yang telah dilakukan? Jawaban saya sederhana saja, coaching adalah proses belajar untuk menghabitkan perilaku, skill maupun knowledge.
Coaching memang tidak seperti training yang hasil knowledge maupun skill nya langsung meningkat, namun tidak peningkatan skill dan knowledge tadi tidak menjamin akan digunakan saat bekerja. Artinya, walaupun ada peningkatan skill dan knowledge belum tentu muncul perilaku baru atas peningkatan skill dan knowledge ditunjukkan. Hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh para manager lini atas, sudah banyak karyawannya yang mengikuti training namun performance nya tidak meningkat. Training berbeda dengan coaching, walaupun coaching mempunyai tujuan yang sama dengan training yaitu mendapatkan skill dan knowledge, ada proses yang berbeda dari kedua nyPicture1a, yaitu proses monitoring dan memberikan umpan balik (feed back) atas hasil monitoring.
Proses monitoring dan pemberian umpan balik ini sebenarnya adalah apliasi dari teori perubahan perilaku. Saat ada perilaku yang tidak sesuai dengan kesepakatan coaching maka akan diberikan punishment berupa development feedback atau dalam catatan saya sebelumnya “Saat Talent Tidak Bersinar” saya menyebutnya sebagai demon face, dan saat ada perilaku positif yang dimunculkan atas kesepakatan coaching diberikan positif feed back (angel face). Kemunduran perilaku atas hasil coaching yang dikeluhkan Foreman dan Supervisor tadi juga sebenarnya dapat dijelaskan dari proses monitoring dan pemberian feedback ini. Bisa jadi perilaku negative yang dimunculkan setelah hasil coaching karena tidak adanya monitoring dan pemberian feedback atas perilaku yang dimunculkan. Saat coachee melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan kesepakatan coaching dan dibiarkan saja, coachee akan belajar ternyata coaching yang dilakukan bukanlah hal penting dan dapat dilanggar. Akhirnya perilaku baru yang menetap pada coachee bukan nya perilaku baru yang positif tapi perilaku baru yang negative.
Memberikan feedback juga sebenarnya adalah seni yang harus dipelajari. Salah-salah mengkomunikasikan feedback akan berakibat buruk baik pada hubungan antara coach – coachee maupun pada hasil perilaku coachee. Karena nya feedback harus diberikan dengan specific, timely, dan seimbang. Memberi feedback dengan specific dapat dilakukan dengan mengomentari proses kemudian hasilnya. Sebagai contoh,
Proses : Selama satu minggu ini bapak sudah melakukan komitmen kita untuk meningkatkan kehadiran bapak
Hasil : Sehingga pencapaian productivity bapak naik sesuai target. Terimakasih ya
Syarat pemberian feedback specific juga harus dilakukan untuk development feedback (demon face) dengan cara mengomentari proses dilanjutkan hasil dan diakhiri dengan memberikan masukan alternative proses yang dapat digunakan berikutnya. Satu hal yang harus diingat dalam memberikan development feedback adalah berikan komentari positif terhadap proses dan hasil yang sudah dicapai. Sebagai contoh,
Proses : Selama satu minggu ini, saya lihat bapak sudah berusaha menjalankan komitment untuk meningkatkan kehadiran bapak
Hasil : Walaupun komimen yang kita belum 100% bapak laksanakan, namun sudah ada peningkatan kehadiran bapak dari 95% menjadi 96%
Alternatif Proses : Minggu depan, saya harap bapak lebih berkomitment untuk meningkatkan kehadiran bapak
Selain specific, feedback juga harus diberikan secara timely (tepat waktu). Feedback yang diberikan secara timely akan semakin memperkuat perilaku positive dan mencegah perilaku negative coachee. Feedback yang diberikan secara timely juga dapat mencegah debat kusir. Contoh sederhananya, saat seseorang diberikan development feedback atas perilaku negative yang dilakukan sebulan yang lalu. Bisa jadi coachee tidak merasa melakukan hal tersebut karena sudah lupa. Beda ceritanya kalau feedback tersebut diberikan secara timely.
Pemberian feedback yang ketiga harus bersifat balanced (seimbang). Jika coachee melakukan perilaku positive maka feedback yang diberikan pun harus seimbang dengan memberikan feedback positif demikian juga sebaliknya, saat coachee melakukan perilaku negative maka feedback yang diberikanpun juga seimbang dengan memberikan development feedback. Memberikan feedback yang seimbang juga berarti feedback yang diberikan tidak boleh muluk-muluk dan memberi janji. Positive feedback yang diberikan secara muluk akan membuat coachee besar kepala, padahal gol akhir dari proses monitoring coaching belum selesai yang terjadi berikutnya, coachee merasa puas diri dan tidak awas terhadap proses monitoring coaching. Pemberian development feedback yang terlalu berlebihan juga bisa menjatuhkan harga diri coachee, yang pada akhirnya jika harga diri sudah dijatuhkan maka motivasi untuk bangkit akan sangat susah dimunculkan.
Merubah perilaku memang perkara yang tidak mudah dilakukan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dengan memonitoring kesepakatan yang telah dibuat saat coaching dan memberian feedback yang specific, timely dan balanced tePicture2ntunya perubahan perilaku yang diinginkan bisa dicapai. Proses monitoring dan pemberian feedback ini seperti mengingatan anak kita supaya punya kebiasana mandi dua kali sehari. Proses nya membutuhkan waktu yang tidak hanya seminggu dua minggu namun sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Namun setelah perilaku itu menjadi perilaku yang menetap, pekerjaan coach akan semakin lebih mudah.

Dipublikasi di Coaching HIgh Performance | Meninggalkan komentar

Melicinkan Storming

Setelah tiga minggu di Kalimantan, akhirnya kembali juga ke Jakarta dan bisa melanjutkan hobi tulis menulis. Ada satu pengalaman sewaktu di Kalimantan yang sepertinya menarik untuk diabadikan dalam sebuah catatan. Seingat saya, sepanjang masa Remaja ada dua peristiwa identik seperti yang saya alami di Kalimantan. Seperti De javu saja rasanya. Pengalaman saya ini adalah tentang membangun sebuah team. Layaknya sebuah team, pasti lah dalam pembentukannya mengalami fase forming, storming, norming, dan performing. Nah pengalaman saya ini tepatnya berada di fase storming.

Cerita nya begini, saya punya rekan kerja yang selama ini saya rasa berhubungan baik dengan saya selama di kantor cabang, setelah saya di mutasi ke kantor pusat dan melakukan kunjungan ke kantor cabang rekan saya ini, kok perilaku nya berubah saat berhubungan dengan saya. Usut punya usut, ternyata ada anggota team di kantor pusat tidak puas dengan perilaku saya. Celakanya anggota team kami ini tidak memberikan feed back secara langsung ke saya, malah meminta feed back atau membandingkan perilaku saya selama di kantor cabang kepada rekan kerja saya. Padahal setiap perilaku adalah hasil reaksi dari stimulus yang diberikan. Saat yang difokuskan hanya reaksi saja menjadi sebuah simpulan yang tidak lengkap. Contohnya adalah reaksi “marah”. Kalau melihat reaksi nya saja jelas “marah” adalah reaksi yang buruk. Namun, saat reaksi “marah seorang ibu” adalah hasil dari aksi “seorang anak yang durhaka”, apakah menjadi salah?

Storming memang fase tergawat dari pembentukan team, karena semua anggota team memperlihatkan “saya” yang asli. Di tambah lagi dengan adanya permainan mencari pembenaran, bisa jadi team akan mati sebelum bisa menunjukkan sinergi sebagai team. Itulah mengapa dalam Islam tidak diperbolehkan bergosip. Biarkan orang yang merasa punya masalah saling bertemu dan memberikan feed back. Seandainya kedua orang atau kedua kelompok dalam team tersebut tidak bisa menyelesaikan permasalahannya, barulah peran mediator dibutuhkan.

Contoh gampangnya ada di film Sang Pencerah. Sebuah film yang menceritakan perjuangan KH Ahmad Dahlan melakukan pelurusan Sang Pencerahterhadap pelaksanaan Islam yang dibengkokkan. Salah satu adegan di fase storming yang tidak berjalan mulus adalah saat KH Ahmad Dahlan mengajukan izin kepada Hoofd Penghulu Masjid Kauman untuk membuat organisasi Muhammadiyah. Namun, Hoofd Penghulu tidak mau memberikan izin pada KH Ahmad Dahlan karena dianggap mengangkat diri sebagai resident. Bukan nya saling berkomunikasi dan memberi feedback, Hoofd Penghulu malah mencari pembenaran dan menggalang kelompok yang sesuai dengan pemikirannya. KH Ahmad Dahlan pun dikucilkan bahkan dianggap kafir oleh kelompok Hoofd Penghulu. Sayang nya KH Ahmad Dahlan juga tidak bertanya kepada Hoofd Penghulu kenapa pengajuaan izin nya ditolak. Sultan Hamangkubuwono pun akhirnya menyuruh bawahannya untuk memediasi antara Hoofd Penghulu dan KH Ahmad Dahlan. Mereka berdua diminta untuk bertemu, menyamakan persepsi dan saling memberikan feed back. Ternyata setelah berdiskusi ketemulah penyebab perbedaan persepsi mereka. Akhirnya Hoofd Penghulu sadar dengan maksud dan perilaku KH Ahmad Dahlan. Hubungan mereka pun kembali harmonis, hingga akhirnya sampai sekarang wilayah Kauman Yogjakarta terkenal sebagai pusat Muhammadiyah.

Ada juga sebuah adegan tentang fase storming di mana murid KH Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sudja. Diceritakan semua murid KH Ahmad Dahlan dilarang mengaji oleh orang tua mereka, karena KH Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Para orang tua santri menganggap Boedi Oetomo sebagai organisasi yang sering menghina Islam sebagai agama mistis. Saat itu lah kemudian Muhammad Sudja menyamakan persepsi dan memberikan feedback kepada KH Ahmad Dahlan. Kenapa KH Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. KH Ahmad Dahlan pun menjawab, kalau dia sedang mencari ilmu bagaimana mengelola organisasi dan mengajar supaya beliau mampu mendidik umat. Setelah paham dengan maksud tujuan KH Ahmad Dahlan, akhirnya para santri nya bahkan berjanji untuk selalu membela KH Ahmad Dahlan.

Film tadi memberikan pelajaran bagi kita untuk melicinkan fase storming ada dua kunci, yaitu saling menyamakan persepsi dan menjaga hubungan dengan memberikan feed back. Tentunya memberi feedback tidak hanya dilakukan terhadap perilaku yang jelek saja. Namun untuk memperkuat perilaku yang baik dan menjalin hubungan, perilaku yang baik pun juga harus diberikan feed back positif. Salah satu cara memberikan feed back adalah dengan metode Sandwich yang sempat saya tulis di catatan sebelumnya. Metode memberi feed back lain insyaallah akan saya tulis dicatatan berikutnya. Dimana metode tersebut dikenal dengan istilah STAR

Dipublikasi di Coaching HIgh Performance | Meninggalkan komentar

Sandwich Feedback

Tiga minggu yang menegangkan, dari tanggal 26 Februari sd 13 Maret 2013 kalau rekan-rekan menyaksikan berita, ada satu berita yang terkait dengan kehidupan saya. Bukan sok artis, namun begitulah yang terjadi. Ada yang bisa menebak? Yup berita tentang investasi emas. Di kabarkan di media-media kalau direktur lembaga investasi itu membawa kabur aset perusahaan, sehingga investor terancam tidak terbayar. Kekhawatiran saya semakin menjadi saat media-media memberitakan hal-hal buruk tentang lembaga investasi tersebut. Beruntung di tanggal 13 Maret 2013, direktur perusahan tersebut diganti dan memberikan pernyataan resmi bahwa investasi investor tetap akan dibayarkan. Walaupun belum ada bukti, setidaknya pernyataan tersebut cukup menyenangkan hati. Dan setelah pernyataan resmi dari direktur yang baru, media sama sekali tidak memuat berita pernyataan resmi direktur tersebut.

Begitulah media, selalu mencari-cari sensasi dan karena itu lah Andy F Nova hampir menyerah menjadi wartawan. Setelah lulus pendidikan jurnalaistik, Andy magang di sebuah majalah berita dan dilatih melakukan investigasi berita dengan prinsip “tak ada tokoh yang tak punya kesalahan”. Dengan bekal itu, Andy menjadi reporter di sebuah stasiun TV. Di awal reformasi, dia menjadi host talkshow politik yang sarat konflik. Tokoh-tokoh yang berseberangan dia pojokkan hingga tak berkutik dan saling menyalahkan. Tontonan yang sangat menarik, ratingnya pun tinggi. Tetapi setelah beberapa tahun menjalankan peran itu ia bertanya: “apakah ini yang saya cari dalam hidup saya?”. Andy merasa ada yang salah telah ikut menaburkan kebencian dan permusuhan. Berawal dari pertanyaan itulah, dia berhenti menjadi host talkshow politik dan berubah mengundang orang-orang biasa, pejuang perubahan sosial yang inspiratif lewat program Kick Andy.

Indah memang jika semua media memberitakan sesuatu secara seimbang, tidak ada kebencian. Kalaupun ada suatu yang tidak tepat bisa disampaikan dengan indah atau positif. Sebenarnya kita bisa menggunakan metode Sandwich ataupun metode Star. Di tulisan ini izinkan saya sekdikit menulis tentang memberikan berita dengan metode sandwich. Dalam kontek pekerjaan, metode snadwich ini bisa digunakan dalam banyak hal, contoh nya adalah saat melakukan coaching, feedback hasil assessment maupun feedback atas perilaku dan kinerja.

Jika kita perhatian, Sandwich terdiri dari Roti – Isi (bisa daging dan atau sayur) – Roti. Menyampaikan berita dengan metode sandwich layaknya bentuk sandwich, dimulai dengan Roti kemudian Isi dan ditutup lagi dengan Roti. Roti lapisan pertama dalam menyampaikan berita adalah mendahulukan komentar posSandwichtif. Sedangkan isi (daging dan sayur) adalah penyampaian saran. Dan roti lapisan bawah adalah komentar positif dan atau penyampaian motivasi. Metode sandwich ini digunakan dengan mempertimbangkan kognisi manusia. Percaya atau tidak, kita mengingat sesuatu berdasarkan beberapa pola. Pola pertama adalah apa yang paling berbeda, pola kedua adalah mengingat hal pertama dan atau terakhir, dan pola ketiga adalah informasi yang mengandung emosi. Contoh pola pertama, suatu saat ita diundang ke sebuah pernikahan dengan dress coat kaos warna merah. Dari 50 undangan yang hadir, ternyata ada satu orang yang menggunakan dress coat warna hitam. Percaya atau tidak, kita akan lebih mengingat orang yang menggunakan baju warna hitam tersebut. Pola pertama ini dimanfaatkan oleh metode sandwich, seperti penjeleasan di atas metode sandwich digunakan untuk menyampaikan informasi positif – saran – informasi positif. Jelas dari dua informasi positif ada satu pola yang berbeda “saran”.

Sedangkan pola kedua mengingat informasi di awal dan di akhir bisa dicontohkan, saat kita membaca novel bukankah kita lebih ingat bagian awal dari novel dan akhir dari novel. Pola ini juga digunakan dalam metode sandwich. Mengingat saran (pola pertama memori) saja bisa jadi malah membuat kondisi menjadi lebih buruk. Mungkin rekan-rekan menginga penelitian Masaru Emoto yang kemudian dipublikasikan dalam buku The Power of Water. Masaru menemukan, aiThe Power Of Waterr yang diucapkan kata-kata negatif akan menjadi kristal air yang buruk. Sebaliknya saat air diucapkan kata-kata baik akan menghasilkan kristal air yang bagus. Mengantisipasi efek buruk inilah, pola kedua memori digunakan dalam memberikan feedback. Informasi positif di awal dan di akhir diharapkan mampu mengantisipasi efek buruk dari penyimpanan memori saran yang disimpan dari pola pertama.

Pola ketiga dari mengingat yaitu informasi yang mengandung emosi juga dimanfaatkan dalam metode feedback. Pola ketiga ini bisa di contohkan dengan sterotipe orang Jawa vs orang batak. Bagi orang-orang Jawa yang baru pertama kali mendengar orang Batak berbicara, bisa jadi langsung menyimpan memori, bukan informasi yang dikatakan oleh orang Batak, tapi orang Batak itu galak. Dalamm metode Sandwich, pola ketiga ini dimanfaatkan lewat personal touching. Karena sifat informasi dan saran yang disampaikan bersifat personal sehingga bagi yang diberikan feedback informasi tersebut menjadi sebuah emosi.

Metode sandwich memang powerfull untuk digunakan dalam memberikan feedback. Jadi lebih memilih mana, memberi informasi yang meresahkan hingga berakibat punya banyak musuh. Atau memberii informasi positif yang akan bermanfaat bukan hanya pada penerima feedback, tapi juga pada pemberi feedback.

Banzai Selalu
Anker-Andi Keren

Dipublikasi di Coaching HIgh Performance | 3 Komentar

DUA SISI AULA PARA BINTANG

Kemarin terlibat lagi dengan urusan presentasi improvement dari talent (karyawan teladan) perusahaan. Bukan sebagai talent nya, tapi sebagai moderator presentasi improvement. Peran yang begitu saya nikmati. Dua hal yang saya nikmati selama proses menjadi moderator ada dibagian ide dan orangnya. Dengan menjadi moderator, secara tidak langsung saya belajar ilmu section lain. Di tambah bonus ide kreatifitas yang memperkaya up date dan aplikasi keilmuwan. Belum lagi bonus tambahan melihat reaksi talent selama proses presentasi.
Di perusahaan saya, talent dihargai dengan promosi jabatan, baik melalui jalur promosi profesional maupun jalur promosi managerial. Jalur profesional lebih dikenal dengan jalur specialis. Contohnya, Mechanic promosi ke Mechanic Specialist Auto Shut Down, dari Mine Plan promosi ke Mine Plan Specialist, dari Recruitment promosi menjadi Recruitment Specialist, dst. Sedangkan jalur managerial diisi oleh orang-orang yang berlari menjadi excekutif perusahaan. Contohnya dari Mechanic promosi ke Foreman Mechanic, dari Recruitment promosi ke Supervisor Recruitment, etc.
Perusahaan membuka dua kesempatan jenjang karir bukan tanpa alasan. Alasan pertama, jika perusahaan hanya membuka satu jenjang karir managerial saja, talent-talent di perusahaan tidak bisa terakomodir semua. Jenjang karir managerial seperti piramida, semakin ke atas semakin sedikit posisi terbuka. Padahal, jumlah talent lebih banyak dari pada jumlah posisi. Bisa jadi, jika hanya jalur managerial saja yang dibuka, talent mengajukan resign (mengundurkan diri), karena merasa tidak terakomodir competency and performance nya.
Alasan kedua, perusahaan mengakomodir dua character dengan mendesign dua jenjang karir. Ada tipikal orang yang secara technical tidak terlalu bagus, namun secara managerial sangat mumpuni. Dan kebalikannya, ada orang yang secara managerial payah, namun secara technical sangat briliant. Contohnya, Pep Guardiona. Selama menjalani karir sebagai pemain sepak bola, Pep tidak pernah bersinar namanya. Keberuntungannya berbalik arah saat menjalankan fungsi managerial sebagai pelatih, siapa penikmat Sepak Bola yang tidak mengenal Pep? Kejeniusannya sebagai pelatih membawa teamnya memenangi 3 Liga BBVA, 2 Copa Del Rey, 3 Piala Super Spanyol, 2 Liga Champions, 2 Piala Super Eropa, dan 2 Piala Dunia Antarklub. Contoh lain, Maradona. Saat bermain sebagai pemain sepak bola, Maradona dikenal sebagai pemain brilian. Sejak usia 11 tahun, Maradona sudah menjadi pemain di Los Cebollitas (bawang kecil) yang merupakan tim juniornya Argentinos Juniors. Tahun 2000, Maradona juga terpilih sebagai pemain Abad ini oleh FIFA. Namun, prestasinya yang brilian berhenti saat dia menjadi pelatih.
Ketepatan para talent mengambil jalur promosi yang dipilih tentunya berefek pada jenjang karir berikutnya. Kesalahan mengambil jalur karir, bisa jadi menghentikan karir berikutnya. Termasuk yang terjadi pada salah satu rekan kerja saja. Kurangnya pengarahan dari atasan, membuat ybs mengambil jalur karir managerial. Tidak ada yang meragukan technical competency nya. Kerja rajin, disiplin, tepat waktu dan ahli mengatasi trouble shooting membuat dia bersinar dan dimasukkan aula para bintang.
Berbagai program development untuk memperkuat competency talent dijalani, baik development untuk technical competency, business competency (ketrampilan untuk memahami aspek bisnis secara keseluruhan) dan people competency (ketrampilan mengelola bawahan, kolega dan atasan) diikuti. Dengan kemampuan dan passion nya, dia mampu menguasasi technical competency dengan cepat.
Namun, passionnya belum mampu membawa dia untuk menguasai business process perusahaan (business competency), karirnya di jenjang managerial berhenti di level managerial level tengah. Dia hanya menjadi managerial semi spesialis dan bukan generalis. Ditambah lagi character nya yang membuat susah menguasai people competency, sehingga dia semakin terhuyung huyung untuk naik keatas. Jadi jenjang karir mana yang cocok untuk Anda?

Syarat ke dua untuk menjadi talent adalah memilih jenjang karir sesuai character dan competency.
Anker-Andi Keren

Dipublikasi di Talent Management | Meninggalkan komentar

ON TRACK U’R PASSION

DSCF2858Setelah menulis catatan “Bongkar” tentang penting nya passion dalam melakukan apa saja, seorang rekan saya yang merasa bekerja tidak sesuai passion nya bercerita. Seperti catatan saya berjudul “Bongkar”, saat ini dia bekerja di area yang bukan menjadi passion nya. Lulus kuliah sebenarnya dia masih idealis mencari dan menciptakan pekerjaan yang sesuai dengan passion nya. Namun, lapar perut memaksanya mengambil langkah menerima pekerjaan yang dirasa bukan passion nya. Akhirnya dia merasa tidak menghasilkan performance kerja yang maksimal.

Apakah benar kita tidak bekerja sesuai dengan passion kita? Berkeyakinan dengan “Tidak ada yg sia-sia”, tidak perduli apa passion Anda dan apa yang Anda lakukan sekarang. Setiap apa yang kita lakukan saat ini sebenarnya mengantarkan dan membentuk passion kita di masa depan.

Syarat nya ada dua, pertama “kerjakan apa pun hari ini dengan maksimal”. Kita dikenal orang dengan apa yang kita kerjakan hari ini. Mungkin hari ini kita merasa tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan passion kita. Tapi ingat orang lain melihat kita. Suatu ketika siapa tahu orang-orang yang bekerja sama dengan kita menjadi orang yang berada dalam range passion kita. Bayangkan saat sekarang kita dikenal sebagai orang yang buruk, image ini akan menempel bahkan saat kita sudah berada beralih di jalur yang benar untuk mengejar passion kita. Tentunya sangat susah mengubah image walaupun performance di pekerjaan yang sesuai passion kita sudah semakin membaik.

Mengerjakan pekerjaan yang bukan passion kita dengan maksimal juga penting untuk membangun karakter. Saat kita mengerjakan pekerjaan yang tidak kita sukai dengan maksimal berarti kita memperbagus karakter yang kita punyai. Bagaimana tidak, pekerjaan yang kita tidak senangi saja menghasilkan hasil yang maksimal apalagi pekerjaan yang kita senangi atau sesuai dengan passion kita. Harus diingat juga bahwa untuk menjadi seorang bintang perusahaan (talent), selain harus memiliki passion terhadap yang dikerjakan, juga harus memiliki karakter dan competency terhadap pekerjaan yang dilakukan.

Kononel Sander adalah contoh yang baik bagi para pengejar passion. Semenjak kecil, Kolonel Sander suka menggoreng ayam. Namun, wajib militer memaksanya untuk sementara meninggalkan passion nya untuk menunaikan kewajibannya. Bukan nya seperti pemuda-pemuda lain yang menyelesaikan wajib militer dan beralih profesi, Sander tetap berkarir di dunia militer dan menunjukan performance yang baik. Karir nya pun menanjak hingga menjadi seorang kolonel. Setelah merasa cukup berproses di dunia militer, Sander yang berusia 40 tahun kembali menekuni passion nya untuk menggoreng. Karakter disiplin dan tidak cepat putus asa yang diperoleh dari militer akhirnya mengantarkan nya pada kesuksesan. Walaupun berkali-kali resep kentucy freed chicken nya ditolak, Kolonel Sander tidak berputus asa. Lahir lah kemudian resep rahasia yang mengantarkannya menjadi pemilik waralaba yang tersebar di seluruh dunia dengan bendera KFC.

Syarat kedua yaitu keep on track. Tak peduli apa yang Anda lakukan saat ini, tetapkan goal yang ingin Anda capai. Seperti jalur pesawat terbang yang sudah ter track di navigasi pilot, seperti itulah seharusnya kita mengejar passion. Walaupun pesawat sudah punya track navigasi, pesawat sangat jarang selalu tepat berada di jalur navigasi. Ada kala nya pesawat melenceng dari jalur navigasi, tugas menara kontrol lah yang kemudian selalu mengingatkan untuk kembali ke jalur yang benar. Karena memang susah berada di jalur yang benar. Kita juga perlu menara kontrol untuk mengingatkan saat kita mulai keluar dari jalur passion. Menara kontrol itu bernama tulisan dan orang lain. Selalu tulis goal Anda, dan ceritakan ke orang lain. Catatan mengingatkan kita untuk tidak lupa, dan orang lain akan tahu passion kita dan kadang kala menggelitik kita saat mulai keluar dari track passion.

Di akhir catatan ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman pribadi saya mengejar passion. Semenjak SMP, saya sudah menetapkan jalur passion saya adalah WTS (Writer-Trainer-Speaker). Merintis passion tadi, di SMP dan SMA saya membuat Perkumpulan Pecinta Anak. Kegiatan utama kami adalah menjadi pendongeng untuk anak-anak. Di Perguruan Tinggi, saya kemudian mendirikan Lembaga Psikologi Terapan spesialis untuk training out bound. Masih mengejar passion, lulus kuliah, saya melamar di sebuah perusahaan dengan posisi sebagai Management Trainee. Awalnya saya mengira, tugas Management Trainee adalah mengurusi trainee (sebutan bagi para peserta pelatihan). Namun ternyata saya salah, menjadi  Management Trainee tugas utama saya belajar bisnis proses perusahaan.

Lulus sebagai Management Trainee, saya di tempatkan di posisi Recruitment Officer. Satu setengah tahun berikutnya saya di rotasi diminta memegang posisi Personel Officer. Menggunakan dua rumus tadi, saya tetap bekerja dengan maksimal dan on track dengan passion. Saya selalu menceritakan passion saya di dunia pelatihan pada rekan-rekan sekerja maupun ke atasan saya. Hingga akhirnya, di tahun ketiga saya mutasi ke cabang lain dengan posisi General Affair Officer. Di cabang ini, dengan rumus pertama, bekerja dengan maksimal di area kita, mengantarkan saya menjadi best continues improvement all site di tahun 2011. Akhirnya di bulan Desember 2012, passion saya terwujud. Di bulan itu saya di mutasikan lagi ke head office sebagai People Development Analyst. Bagaimana jadi nya saat saya tidak perform di area sebelumnya? Bisa jadi passion saya tidak didengar orang. Dan bagaimana jadinya jika saya lupa dengan passion saya dan puas di area General Affair, yang telah diakui orang dengan Best Continues Improvement?

Banzai Selalu

N. Kuswandi

Dipublikasi di Talent Management | 2 Komentar

Cinta Itu Bahagia

Saya dulu pernah terlibat dalam dunia pelatihan psikologis. Di tahun-tahun awal keterlibatan saya (2003), pelatihan psikologis menjadi tren. Ada Ary Ginanjar dengan ESQ nya, Nur Cahyo, Reza Syarif, Andri Wongso dan trainer-trainer lainnya. Saat itu sangat banyak teman-teman yang menikmati dunia pelatihan. Menikmati proses di dalam menghayati dunia training and development. Walaupun tidak tahu kapan akan terlibat menjadi fasilitator pelatihan. Kadang kala latihan berproses menjadi fasilitator yang baik selama tiga bulan, eh menjadi fasilitator training hanya satu hari saja. Era ini saya namakan era Sincerely.

Tahun-tahun berikutnya, era sincerely terlibat dalam mengalami proses evolusi. Memunculkan generasi baru bernama profesionalitas. Tidak ada lagi latihan proses menjadi fasilitator yang baik. Demi nama profesionalitas, generasi baru hanya akan berlatih kalau jelas apa modulnya kapan trainingnya.

Dunia terus berevolusi, generasi profesionalitas berubah lagi menjadi makluk yang bernama Blue. Sudah jelas apa modulnya, sudah jelas kapan trainingnya, kalau belum jelas ada tidak nya fee ya pikir-pikir dulu.

Saya bersyukur pada Tuhan, atas jiwaku yang tak tertaklukkan. Proses evolusi tidak mampu menaklukkan kecintaan pada dunia training. Saya masih berdiri di halaman dunia. Menonton generasi yang bertarung memperebutkan fee, kedudukan, nama, ataupun ketenaran.

Seandainya saya berlatih, biarlah Tuhan yang menjadi pendengar. Dan saya bahagia untuk itu. Bukan uang, kedudukan, nama maupun ketenaran, tapi kebahagiaan. Melakukan sesuatu dengan kecintaan. Termasuk melakukan segelintir pekerjaan yang tidak penting. Jika dilakukan dengan kecintaan, bonus nya kedudukan, nama dan ketenaran.

Sekedar bercerita pengalaman pribadi. Kecintaan terhadap training, mengantarkan saya keliling Jawa. Seorang mahasiswa dengan uang saku pas-pasan, bahkan untuk kos saja harus mencari kos-kosan yang gratis (masjid) bisa berkeliling Jawa. Berbekal cinta saja, pada pekerjaan yang kita geluti. Tidak mematok harus dibayar berapa, bahkan kalau perlu gratis. Tidak mensyaratkan minimal berapa trainee supaya terkenal, bahkan dulu pernah mentraining tiga orang saja. Namun, bonus dari semua itu adalah bahagia. Bukankah pekerjaan kita, uang yang kita cari, kedudukan yang dikejar, ujung-ujungnya adalah kebahagiaan? Maka biarkan saya bahagian dengan kecintaan saya pada training and development? Dan cintailah pekerjaan Anda untuk bahagia.

 

Passion Anda Tidak Akan Mengecewakan

Anker-Andi Keren

Dipublikasi di Talent Management | Meninggalkan komentar